Reaksi Simpang Makanan dan Gangguan Neurologi

Reaksi Simpang Makanan dan Gangguan Neurologi

Children Allergy Center, Rumah Sakit Bunda Jakarta

Klinik Biomedis Gangguan Perilaku Anak

Children Family Clinic

Jakarta

Abstrak. Istilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan yang masuk saluran cerna manusia sering disebut sebagai reaksi simpang makanan. Reaksi simpang makanan dapat diperantarai oleh mekanisme yang bersifat imunologi, farmakologi, toksin, infeksi, idiosinkrasi, metabolisme serta neuropsikologis terhadap makanan. Reaksi simpang makanan bisa karena reaksi toksis seperti keracunan makanan, selain itu bisa karena reaksi non-toksis dengan melalui mekanisme imunologis seperti reaksi alergi makanan, penyakit celiac, gangguan absorpsi protein dan sindrom Heiners. Sedangkan reaksi non-toksis yang melalui mekanisme non-imunologis adalah intoleransi makanan, reaksi psikologis dan sebagainya.Tampilan klinis yang terjadi tergantung jenis mekanisme reaksi makanan yang mendasari gangguan tersebut. Banyak penelitian mengungkapkan reaksi makanan dengan mekanisme tertentu ternyata sangat mempengaruhi beberapa sistem tubuh termasuk gangguan neurologi dan gangguan perilaku

anak. Reaksi simpang makanan terutama mengganggu sistem saluran cerna. Gangguan saluran cerna tersebut kadang mengakibatkan gangguan permeabilitas pada saluran cerna atau leaky gut. Banyak penelitian terakhir mengungkapkan bahwa gangguan saluran cerna kronis dengan berbagai mekanisme imunopatofisiologis dan imunopatobiologis ternyata dapat mengakibatkan gangguan neurologis. Mekanisme bagaimana gangguan saluran cerna mengganggu sistem susunan saraf pusat khususnya gangguan fungsi otak masih belum banyak terungkap.

Gangguan neurologis yang terjadi dapat berupa gangguan neuroanatomis dan neurofisiologis.

Gangguan neuroanatomis yang sering dikaitkan dengan reaksi makanan adalah keluhan sakit kepala, vertigo, migrain, nistagmus, ticks atau kejang. Gangguan neurologis pada penyakit celiac yang pernah dilaporkan adalah epilepsi, myoclonic ataxia (sindrom Ramsay-Hunt), cerebellar ataxia, spinocerebellar, neuropati perifer, mielopati, brainstem encephalitis, dan chronic progressive leukoencephalopathy.

Sedangkan gangguan fungsi neurofisiologis atau gangguan perilaku meliputi gangguan konsentrasi, gangguan emosi, gangguan tidur, hiperkinesia, impulsif, keterlambatan bicara, gangguan konsentrasi, hingga memperberat gejala ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorders) dan autisme.Penanganan terbaik pada penderita gangguan reaksi simpang makanan adalah dengan menghindari makanan penyebabnya. Untuk mengetahui jenis reaksi simpang makanan, harus dilakukan anamnesis riwayat keluhan yang cermat, anamnesis riwayat keluarga, pemeriksaan fisik dan eliminasi provokasi. Diperlukan pemeriksaan laboratorium penunjang untuk membedakan apakah suatu alergi makanan, intoleransi makanan, penyakit celiac atau reaksi makanan lainnya. Penanganan reaksi simpang makanan dengan gangguan neurologi dan gangguan perilaku harus dilakukan secara holistik yang melibatkan berbagai disiplin ilmu.

Pendahuluan

Gangguan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan tidur, gangguan belajar, ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorders) dan autisme tampaknya semakin meningkat pesat dalam beberapa waktu terakhir ini. Gangguan perilaku tersebut penyebabnya multifaktorial dan sangat kompleks. Pada beberapa kasus setelah dilakukan penghindaran makanan seperti coklat,

keju dan makanan sejenisnya gangguan perilaku seperti emosi, gangguan tidur dan gangguan konsentrasi secara drastis dapat berkurang. Banyak penelitian mengungkapkan reaksi makanan dengan mekanisme tertentu ternyata sangat mempengaruhi beberapa sistem tubuh termasuk gangguan neurologi. Gangguan fungsi susunan saraf pusat tersebut dapat berupa gangguan neuroanatomis atau neurofisiologis dan gangguan perilaku anak.Reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Setiap mendengar keluhan gangguan kulit karena makanan, alergi sering dianggap sebagai penyebabnya. Masih banyak masyarakat awam bahkan beberapa kalangan klinisi menganggap semua gangguan kulit karena makanan sering disebut sebagai alergi makanan. Padahal sebenarnya reaksi yang disebabkan

karena makanan bukan hanya karena reaksi alergi makanan. Reaksi tersebut bisa disebabkan karena intoleransi makanan, keracunan makanan, penyakit celiac dan sebagainya.Dengan pengamatan yang cermat dan pemeriksaan fisik yang teliti gangguan reaksi simpang makanan dapat dideteksi sejak dini. Gangguan fungsi susunan saraf pusat yang mungkin bisa terjadi, diharapkan dapat dicegah atau diminimalkan.Reaksi Simpang Makanan Istilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan yang masuk saluran cerna manusia sering disebut sebagai reaksi simpang makanan.

Reaksi simpang makanan dapat diperantarai oleh mekanisme yang bersifat imunologis, farmakologis, karena toksin, infeksi, idiosinkrasi, metabolisme serta neuropsikologis terhadap makanan. Reaksi simpang makanan bisa karena reaksi toksis seperti keracunan makanan. Selain itu bisa karena reaksi non-toksis dengan melalui mekanisme imunologis seperti reaksi alergi

makanan, penyakit celiac, gangguan absorpsi protein dan sindrom Heiners. Sedangkan reaksi non-toksis yang melalui mekanisme non-imunologis adalah intoleransi makanan, reaksi psikologis dan sebagainya. Dari semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan dan zat aditif makanan hanya sekitar 20% disebabkan karena alergi makanan. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and Immunology and The National Institute of Allergy

and infectious disease, yaitu:

Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitivitas tipe I dan hipersensitivitas terhadap makanan yang dasarnya

adalah reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV. Intoleransi makanan adalah reaksi makanan non-

imunologis dan merupakan sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi ini dapat disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan karena kontaminasi toksis (misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella, Campylobacter dan Shigella, histamin pada keracunan ikan), zat farmakologis yang terkandung dalam makanan, misalnya tiramin pada keju, kafein pada kopi atau kelainan pada pejamu sendiri seperti defisiensi laktase,

maltase atau respons idiosinkrasi pada pejamu.Reaksi simpang makanan yang juga sering dilaporkan adalah penyakit celiac. Gangguan ini terjadi melalui mekanisme imunologis. Tidak seperti alergi makanan, pada penyakit celiac imunoglobulin E tidak berperan dalam proses penyakit.

Penyakit celiac adalah penyakit kronis inflamasi saluran cerna khususnya pada usus halus. Kelainan tersebut dipicu oleh reaksi lambat terhadap protein gluten. Gluten adalah bahan

makanan sejenis tepung, sehingga penyakit ini disebut juga gluten-sensitive enteropathy. Di Eropa kasus ini cukup tinggi, yaitu sekitar 1 dari 100 orang, bahkan di Inggris sekitar 1 : 77 orang, Selandia Baru sekitar 1 : 88 orang, di Amerika laporan kasus tidak sebanyak di Eropa. Kasus ini belum banyak dilaporkan di Indonesia, mungkin karena perhatian klinisi masih sangat kurang ditambah alat bantu diagnosis kelainan ini belum selengkap di luar negeri. Para ahli astroenterologi dunia menduga persentase kasus ini di dunia tidaklah sedikit, yaitu sekitar 3-5% permil perpenduduk. Gejalanya ditandai dengan gangguan gagal tumbuh (failure to thrive), gangguan

saluran cerna, dermatitis herpetiformis atau gangguan kulit tertentu.

REAKSI SIMPANG MAKANAN TOKSIS KERACUNAN MAKANAN REAKSI IMUNOLOGIS

NON-TOKSIS BUKAN REAKSI IMUNOLOGIS IgE (ALERGI) NON IgE (NON ALERGI)

REAKSI PSIKOLOGIS INTOLERANSI MAKANAN PSIKOGENIK

Malabsorpsi Karbohidrat (Defisiensi laktase, Sukrosa isomaltase) ENTEROPATI GLUTEN:

Celiac, dermatitis herpetiformis PROTEIN MAKANAN Esofagitis eosinofil alergi,

alergi proktokolitis gastroenteritis SINDROM HEINERS Hemosiderosis paru karena makanan

REAKSI CEPAT:

Saluran cerna, pernapasan, kulit, mata, jantung, pembuluh darah, anafilaksis

REAKSI LAMBAT:

Dermatitis atopik (eksim), saluran cerna Istilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan

terhadap makanan yang masuk saluran cerna manusia sering disebut sebagai reaksi simpang

makanan.

Manifestasi Klinis Reaksi Simpang Makanan Tampilan klinis yang terjadi sangat banyak, tergantung mekanisme yang mendasari gangguan tersebut. Reaksi simpang makanan pada umumnya mengganggu sistem saluran cerna. Beberapa gejala gangguan saluran cerna tersebut sebenarnya sudah tampak sejak lahir. Sejak usia awal kehidupan, tampak bayi sering rewel, kolik/menangis terus menerus tanpa sebab pada malam hari, sering cegukan, sering “berak ngeden”, kembung, sering gumoh, berak berwarna hitam atau hijau, berak timbul warna darah. Sering mengalami gangguan buang air besar, bisa konstipasi atau diare. Lidah berwarna

kotor atau putih, moniliasis, dermatographic tongue dan sialore (drooling atau ngiler).

Tampilan klinis gangguan saluran cerna pada anak yang lebih besar adalah gangguan nyeri perut, diare, gangguan buang air besar (kotoran keras, berak tidak setiap hari, enkoperesis, berak berwarna hitam atau hijau, sulit buang air besar), meteorismus, muntah, sering

flatus, halitosis. Nyeri perut, konstipasi, kelaparan, haus, saliva meningkat, chancre sores, stinging tongue (lidah terasa pedih), sialore, nyeri gigi, burping (sendawa), retasting foods, gejala irritable

bowel syndrome (nyeri perut ulu hati, muntah, mual, “gelegekan”), kesulitan menelan, abdominal rumbling (perut keroncongan), konstipasi, passing gas, timbul lendir atau darah dari rektum, anus

gatal atau panas. Bila terjadi gangguan saluran cerna sering disertai kesulitan makan dan

gangguan motorik sistem otot mulut (sulit mengunyah langsung menelan makanan).Reaksi simpang makanan sering disertai dengan gangguan kulit. Karakteristik gangguan kulit yang ditimbulkan juga sangat bervariasi tergantung mekanisme reaksi makanan yang mendasari. Pada

bayi sering timbul dermatitis di pipi dan diapers dermatitis. Pada anak yang lebih besar tampak dermatitis, urtikaria, furunkel, angioedema, lebam biru kehitaman pada kaki (seperti bekas

terbentur) dan berkeringat berlebihan. Pada penyakit celiac gangguan kulit berupa dermatitis herpetiformis dan kulit teraba kasar atau kering. Penderita celiac biasanya mengalami

gagal tumbuh dan dermatitis herpetiformis atau gangguan kulit tertentu. Pada penderita reaksi simpang makanan genetik yang kronis, seperti penyakit celiac, biasanya disertai

gangguan kekurangan kalsium, B12, B6 (piridoksin), vitamin E, asam folat, karnitin, dan biopterin.

Patogenesis dan Patofisiologi Gangguan Neurologi

Reaksi simpang makanan sering terjadi pada kelainan bawaan atau genetik seperti alergi makanan, penyakit celiac, intoleransi makanan dan sebagainya. Gangguan perilaku yang diduga bersifat genetik seperti autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya juga sangat berkaitan

dengan gangguan metabolisme makanan dan pemberian makanan tertentu. Banyak penelitian menunjukkan dengan melakukan penghindaran makanan tertentu maka gejala

gangguan fungsi tubuh dan perilaku dapat diminimalkan. Mekanisme bagaimana gangguan saluran cerna mengganggu sistem susunan saraf pusat khususnya fungsi otak masih

belum banyak terungkap. Namun ada beberapa teori mekanisme yang bisa menjelaskan, diantaranya adalah teori “gangguan perut dan otak” (gut brain axis), pengaruh metabolisme sulfat,

gangguan organ sasaran dan pengaruh reaksi hormonal pada alergi.Reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan tertentu mengakibatkan gangguan permeabilitas pada saluran cerna atau leaky gut. Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa gangguan saluran cerna kronis dengan berbagai mekanisme imunopatofisiologis dan imunopatobiologis ternyata dapat mengganggu susunan saraf

pusat manusia.

Gangguan saluran cerna tersebut berkaitan gangguan penyerapan dan metabolisme makanan tertentu yang mengakibatkan gangguan beberapa sistem tubuh khususnya susunan saraf pusat atau otak. Teori gangguan pencernaan berkaitan dengan sistem susunan saraf pusat saat ini sedang menjadi perhatian utama. Teori inilah juga yang menjelaskan tentang salah satu

mekanisme terjadinya gangguan perilaku seperti autisme melalui hipermeabilitas intestinal atau dikenal dengan leaky gut syndrome. Secara patofisiologi kelainan leaky gut syndrome tersebut salah satunya disebabkan karena alergi makanan.

M. Thoyib HM

terkadang kehidupan dunia membuat kita lalai dalam mengerjakan apa yang telah menjadi sebuah kewajiban untuk akhirat

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post