imunopatofisiologis dan imunopatobiologis

imunopatofisiologis dan imunopatobiologis ternyata dapat

mengganggu susunan saraf pusat manusia.


penelitian menunjukkan autisme adalah kelainan genetik yang diperberat oleh reaksi alergi dan reaksi makanan tertentu seperti gluten dan sebagainya. Renzoni A dkk tahun 1995 melaporkan autism berkaitan erat dengan alergi. Menage P tahun 1992 mengemukakan bahwa didapatkan kaitan IgE dengan penderita autisme. Obanion dkk, tahun 1987 melaporkan setelah melakukan eliminasi makanan beberapa gejala autisme dan autisme infantil tampak membaik secara bermakna. Lucarelli dkk, tahun 1995 juga telah melakukan penelitian dengan eliminasi diet didapatkan perbaikan pada penderita autisme infantil. Didapatkan juga IgA, antibodi spesifik terhadap kasein, lactalbumin atau beta-lactoglobulin dan IgG, IgM terhadap kasein Hal ini dapat juga dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menunjukkan adanya perbaikan gejala pada anak autisme yang menderita alergi, setelah dilakukan penanganan eliminasi diet alergi. Penelitian

yang dilakukan Vodjani dkk, tahun 2002 menemukan adanya beberapa macam antibodi terhadap antigen spesifik neuron pada anak autisme, diduga terjadi reaksi silang dengan protein ensefalitogenik dari susu sapi, Chlamydia pnemoniae dan streptococcus group A.Makanan Penyebab Reaksi Simpang Makanan Makanan penyebab reaksi simpang makanan sangat

bervariasi tergantung mekanisme gangguan yang mendasari. Penyebab alergi di dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 Dalton, tahan panas dan tahan enzim proteolitik. Sebagian besar alergen pada makanan adalah glikoprotein dan berkisar antara 14.000 sampai 40.000 Dalton. Molekul-molekul kecil lainnya juga dapat menimbulkan kepekaan (sensitisasi) baik secara langsung atau melalui mekanisme hapten-carrier.

Perlakuan fisik misalnya pemberian panas dan tekanan dapat mengurangi imunogenisitas sampai derajat tertentu. Pada pemurnian ditemukan alergen yang disebut sebagai Peanut-1 suatu glikoprotein dengan berat molekul 180.000 Dalton. Pemurnian pada udang didapatkan allergen-1 dan allergen-2masing-masing dengan berat molekul 21.000 Dalton dan 200.000 Dalton. Pada pemurnian alergen pada ikan diketahui allergen-M sebagai determinan walau jumlahnya tidak banyak. Ovomukoid ditemukan sebagai alergen utama pada telur. Pada susu sapi yang merupakan alergen utama adalah betalaktoglobulin (BLG), alfalaktalbumin (ALA), Bovine Serum Albumin (BSA) dan Bovine Gamma Globulin (BGG).

Albumin, pseudoglobulin dan euglobulin adalah alergen utama pada gandul. Di antaranya BLG adalah alergen yang paling kuat sebagai penyabab alergi makanan. Protein kacang tanah alergen yang paling utama adalah arachin dan conarachi.Terdapat juga beberapa makanan yang mengakibatkan reaksi simpang makanan tetapi tidak melalui reaksi imunologis melainkan karena intoleransi makanan di antaranya adalah salisilat, tartrazine (zat pewarna makanan), nitrat, amine, MSG (monosodium glutamat), antioksidan, jamur, laktose, benzoat. Makanan yang mengandung salisilat adalah ditemukan dalam buah, sayur, kacang, teh, kopi, bir, aspirherbs, spices, spreads, jus, dan minuman anggur dan obat-obatan seperti aspirin. Konsentrasi tinggi terdapat dalam buah kering seperti sultanas. Tartrazine didapatkan pada makanan sosis, Amines sering diproduksi selama fermentasi dan pemecahan protein ditemukan dalam keju, coklat, anggur, bir, tempe, sayur dan buah seperti pisang, alpukat dan tomat. Benzoat ditemukan dalam beberapa buah, sayur, kacang, anggur, kopi dan sebagainya. Glutamat banyak didapatkan pada tomat, keju, mushrooms, saus, ekstrak daging dan jamur. Monosodium glutamat sering ditemukan pada penyedap makanan seperti vetsin, kecap, atau makanan lannya.

Zat aditif makanan yang dapat mengganggu saluran cerna dan gangguan otak adalah bahan pengawet, bahan pewarna, bahan pemutih, emulsifier, enzim, bahan penetap, bahan pelapis atau pengkilat, bahan pengatur pH, bahan pemisah, ragi makanan, pelarut untuk ekstraksi, bahan pemanis atau pembawa bahan anti pembekuan. Sedangkan makanan yang mengganggu pada penderita celiac adalah berupa gluten atau tepung terigu dan makanan derivatnya.

Penatalaksanaan

Penanganan terbaik pada penderita gangguan reaksi simpang makanan adalah dengan menghindari makanan penyebabnya. Untuk mengetahui jenis reaksi simpang makanan, harus dilakukan anamnesis riwayat keluhan yang cermat, anamnesis riwayat keluarga, pemeriksaan fisik dan eliminasi provokasi. Diperlukan pemeriksaan laboratotium penunjang untuk membedakan apakah penyebabnya adalah suatu alergi makanan, intoleransi makanan, penyakit celiac atau reaksi makanan lainnya. Pemberian enzim, obat-obatan dan vitamin lainnya dalam jangka panjang adalah bukti kegagalan dalam mengidentifikasi makanan penyebab reaksi simpang makanan tersebut. Mengenali secara cermat gejala reaksi simpang makanan dan mengidentifikasi secara tepat penyebabnya, maka gangguan pada saluran cerna, gangguan neurologi dan gangguan perilaku dapat diminimalkan. Penanganan reaksi simpang makanan dengan gangguan neurologi dan gangguan perilaku harus dilakukan secara holistik. Selain menghindari makanan penyebab maka diperlukan penanganan multidisiplin ilmu kesehatan anak. Bila perlu harus melibatkan bidang neurologi, psikiatri, tumbuh kembang, endokrinologi, alergi imunologi, gastroenterologi dan bidang ilmu kesehatan anak lainnya. Diperlukan pengamatan yang cermat dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk melakukan diagnosis gangguan reaksi simpang makanan. Dengan deteksi dini kasus reaksi simpang makanan dan manifestasi neurologi pada bayi sejak lahir diharapkan dapat mencegah atau meminimalkan gangguan fungsi otak atau perilaku yang mungkin dapat ditimbulkan di kemudian hari.

TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa teori yang menjelaskan gangguan pencernaan berkaitan dengan gangguan otak adalah: kekurangan enzim dipeptidilpeptidase IV (DPP IV). Pada gangguan pencernaan ternyata menghasilkan zat caseo morphin dan glutheo-morphin (semacam morfin atau neurotransmiter palsu) yang mengganggu dan merangsang otak. Teori pelepasan opioid ikut berperan dalam proses di atas. Hal tersebut juga sudah dibuktikan melalui penemuan seorang ahli pada binatang

anjing. Setelah dilakukan stimulasi tertentu pada anjing, ternyata didapatkan kadar opioid yang meningkat disertai perubahan perilaku pada binatang tersebut. Teori enteric nervous brain juga yang mungkin bisa menjelaskan adanya kejadian abdominal epilepsi, yaitu adanya gangguan pencernaan, khususnya nyeri perut, yang dapat mengakibatkan epilepsi pada anak atau orang dewasa. Beberapa laporan ilmiah menyebutkan bahwa gangguan pencernaan atau nyeri perut berulang pada penderita berhubungan dengan kejadian epilepsi. Seperti pada penderita intoleransi makanan, mungkin juga pada reaksi simpang makanan lainnya terdapat gangguan metabolisme sulfat pada tubuh. Gangguan metabolisme sulfat juga diduga sebagai penyebab gangguan ke otak. Bahan makanan mengandung sulfur yang masuk ke tubuh melalui konjugasi fenol diubah menjadi sulfat dibuang melalui urin. Pada reaksi simpang makanan yang mengganggu saluran

cerna diduga juga terjadi proses gangguan metabolisme sulfur. Gangguan ini mengakibatkan gangguan pengeluaran sulfat melalui urin, metabolisme sulfur tersebut berubah menjadi sulfit. Sulfit inilah yang menggakibatkan gangguan kulit (gatal) pada penderita. Diduga sulfit dan beberapa zat toksin inilah yang dapat menganggu fungsi otak. Gangguan tersebut mengakibatkan zat kimiawi dan beracun tertentu yang tidak dapat dikeluarkan tubuh sehingga dapat mengganggu otak. Alergi sebagai salah satu penyebab reaksi simpang makanan adalah suatu proses inflamasi. Reaksi alergi tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks. Berbagai zat hasil, proses alergi seperti sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti IgE, mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperanan dalam peradangan di organ tubuh manusia. Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pelepasan beberapa mediator tersebut dapat mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Sistem susunan saraf pusat atau otak juga dapat sebagai organ sasaran. Sistem susunan saraf pusat adalah merupakan pusat koordinasi tubuh dan fungsi luhur. Maka bisa dibayangkan kalau otak terganggu maka banyak kemungkinan manifestasi klinik ditimbulkannya termasuk gangguan perilaku pada anak. Apalagi pada alergi sering terjadi proses peradangan

lama yang kompleks.Keterkaitan hormon dengan peristiwa alergi dilaporkan oleh banyak peneliti. Sedangkan perubahan hormonal itu sendiri tentunya dapat mengakibatkan manifestasi klinis

tersendiri. Para peneliti melaporkan pada penderita alergi terdapat penurunan hormon seperti kortisol dan hormon yang berperan dalam metabolisme. Hormon progesteron dan adrenalin tampak cenderung meningkat bila proses alergi itu timbul. Perubahan hormonal tersebut ternyata dapat mempengaruhi fungsi susunan saraf pusat atau otak. Di antaranya dapat mengakibatkan keluhan gangguan emosi, gampang marah, kecemasan, panik dan sakit kepala. Strel’bitskaia dkk tahun 1975 pernah melaporkan penemuan adanya aktivitas bioelektrik yang berbeda pada daerah korteks serebri pada penderita asma. Hal ini mungkin juga menjelaskan adanya keterlibatan fungsi susunan saraf pusat pada penderita alergi.

Gangguan Neurologi dan Perilaku Gangguan susunan saraf pusat atau otak tersebut dapat berupa neuroanatomis dan neurofisiologis. Gangguan neuroanatomis karena makanan biasanya sudah tampak sejak bayi. Beberapa peneliti melaporkan gangguan pada bayi tampak sering mudah kaget dengan rangsangan suara atau cahaya, jittery atau tremor (terutama tangan, kaki dan bibir) bahkan kejang. Karakteristik kejang yang terjadi biasanya tidak masuk dalam kriteria kejang demam sederhana, tanpa disertai kelainan EEG dan CT Scan. Pada anak yang lebih besar beberapa laporan ilmiah menyebutkan gejala sakit kepala, vertigo, migrain, nistagmus atau ticks. Gangguan hiperkinesia, gangguan motorik atau ”movement disorder” juga dilaporkan berkaitan dengan pemberian makanan tertentu. Reaksi makanan pada penyakit celiac berupa gangguan neurologis yang pernah dilaporkan adalah epilepsi, myoclonic ataxia (sindrom Ramsay-Hunt), cerebellar ataxia, spinocerebellar, neuropati perifer, mielopati, brainstem encephalitisdan chronic progressive leukoencephalopathy. Selain gangguan neuroanatomis reaksi simpang makanan

dapat mengganggu fungsi neurofisiologis atau perilaku. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan konsentrasi, gangguan emosi, gangguan tidur, hiperaktif (hiperkinesia), impulsif, keterlambatan bicara, gangguan konsentrasi, hingga memperberat gejala ADHD dan autisme. Carter, Egger dan beberapa peneliti lain mengungkapkan penghindaran makanan penyebab alergi, zat aditif makanan, dan beberapa jenis makanan tertentu dapat secara signifikan memperbaiki perilaku pada penderita ADHD.

Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Autisme hingga saat ini masih belum jelas penyebabnya. Dari berbagai penelitian klinis hingga saat ini masih belum terungkap dengan pasti penyebab autisme. Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa autisme adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh multifaktorial dengan banyak ditemukan kelainan pada tubuh penderita. Tetapi beberapa

M. Thoyib HM

terkadang kehidupan dunia membuat kita lalai dalam mengerjakan apa yang telah menjadi sebuah kewajiban untuk akhirat

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post